Monday, February 6, 2012

Bukik Bertanya: Si Srikandi calon Fashion Entrepreneur

-->
Membuat essay ini, mengngatkanku pada tugas Filsafat Manusia pada awal kuliah dulu yang dosennya juga Pak Bukik. Pertanyaan-pertanyaan yang aku jawab melalui essay ini super sekali (meminjam istilahnya Mario Teguh). Baru mau mengetik, eh malah nangis duluan... (padahal sering aku nggak bisa nangis)...
Suatu pengalaman yang super sekali bisa mengikuti ini :)


Bukik Bertanya: Si Srikandi calon Fashion Entrepreneur
This is Me
Namaku Josephine, tapi karena panjang, maka teman-temanku memangilku dengan Jo, Joey, Jos, Yos, atau Pin. Resminya sebenarnya Antonia Yosephine R.P., dan tidak menuliskan kepanjangan R.P. Sedangkan di media sosial atau di tempat yang tidak harus menggunakan nama sesuai KTP, aku menulis namaku Josephine Antonia. Mengapa aku balik? Supaya nama panggilanku ada di first name, itu saja.
Penasaran dengan arti namaku yang terdengar ke-bule-bule-an ini? Antonia adalah nama baptisku, diambil dari nama St. Antonius, dan juga diambil dari nama kakekku. Ya, aku adalah cucu kesayangannya :’)  Sedangkan Josephine dari nama St. Joseph. Sejak kelas 2 SD, aku memilih Josephine sebagai nama panggilanku, sebelumnya panggilanku Vivin *cuma di rubrik Bukik Bertanya aku membuka ini. hahaha*. Awalnya aku hanya sekedar suka dengan nama Josephine, tapi sekarang, aku sangat suka dengan nama ini, terutama setelah menonton film The Nativity Story. St. Joseph juga seorang kudus yang dijadikan patron (patronage saint) bagi keluarga dan pekerja. Pekerja.. ya salah satu concern-ku adalah mengenai ketenagakerjaan, aku ingin menjadi wiraswasta yang memanusiakan pegawai.
Kejadian menggetarkan bersama ayah
Sejujurnya, tidak banyak hal yang aku lakukan bersama papa.... Tapi ada dua hal yang tidak bisa aku lupakan, yaitu ketika aku diterima PMDK jalur prestasi di Fakultas Psikologi Unair. Ketika itu di warnet untuk melihat pengumuman penerimaan mahasiswa. Papa menciumku, dan aku merasakan ada kebanggaan dalam dirinya. Itulah aku benar-benar merasakan ciuman seorang ayah. Mengapa begitu, aku ceritakan detilnya pada bagian selanjutnya ya. Kejadian kedua yang menggetarkan adalah baru-baru ini. Tepatnya bulan Agustus 2011. Pada hari itu, papa bilang kalau tidak enak badan, awalnya dikira keracunan makanan, jadi aku belikan degan hijau. Papa waktu itu minta ditemani, jadi aku tidak ke kampus. Karena tidak ada perkembangan berarti, aku memaksa papa untuk aku antarkan ke rumah sakit, tapi papa tidak mau. Sore harinya, kakinya semakin terasa berat. Akhirnya mama membawa papa ke UGD rumah sakit RKZ naik taksi. Aku di rumah bersama adikku. Tapi kemudian aku menyusul, malam-malam naik sepeda motor untuk membawakan pakaian, makan malam, dan air suci. Suatu kejadian yang membuat kami shock, papa didiagnosis stroke dan jantung....  tapi saat itu intuisiku mengatakan everything gonna be OK. Beberapa hari kemudian aku menjenguknya di rumah sakit. Saat itu sore hari menjelang malam. Entah mengapa, aku rasanya ingin ke kapel yang ada di rumah sakit itu. Di sana, aku baru tahu bahwa ada lantai 2, yaitu tempat Adorasi, yaitu ruangan yang sangat kudus, tempat pentahtaan hosti  kudus. Rasanya seperti ada yang menunjukkanku. Aku naik ke lantai 2, ke tempat Adorasi. Begitu masuk, aku langsung berlutut dan nangis... nggak bisa berkata apa-apa  lagi. Rasanya campur aduk, nggak karu-karuan, antara kemarahan sama papa yang sudah memuncak dan rasa kasihan, dan kegalauanku karena belum dapat ijin mengambil data untuk skripsi.  Aku cuma bisa nangis sambil curhat kepada Sang maha Kasih. Tapi saat itu yang aku doakan hanya kesembuhan papa, supaya papa tidak perlu operasi jantung (yang biayanya dan resikonya besar). Kira-kira 15 menit kemudian aku keluar, dan petugas yang berjaga di ruang Adorasi itu memberiku tisu dan bertanya kepadaku, apa masalahku. Aku cerita dan lagi-lagi sambil nangis. kemudian dia memberiku formulir untuk menuliskan permohonanku untuk didoakan oleh tim pendoa. Aku keluar kapel dan mencuci muka, aku nggak mau ketahuan kalau baru saja nangis. Kemudian aku kembali ke kamar papa, dan pamitan pulang.
Dua minggu lamanya papa dirawat di rumah sakit, cukup lama memang. Tapi ada hal yang aku syukuri, yaitu papa memang terkena stroke tetapi untungnya hanya penyumbatan, tidak terjadi pecah pembuluh darah, dan tidak perlu operasi jantung, walaupun setiap hari seumur hidup harus minum obat. Thanks God! Jadi papa masih bisa beraktivitas normal, masih bisa bekerja, tetapi tentu saja tidak boleh capek dan stres, dan juga harus didampingi terutama karena emosinya sering naik-turun.

Kejadian menggetarkan bersama mama...  ketika mama mendaftarkanku di suatu SMP. Pihak sekolah cenderung menyepelekan calon siswa dari sekolah luar. (SMP yang aku tuju adalah kompleks dari TK-SD-SMP yang hampir semua siswa SMP adalah lulusan dari SD itu). Mama tidak menyerah, beberapa kali mama ke sana untuk meminta informasi kapan pendaftaftaran, dan lain sebagainya.  kemudian ketika mau masuk SMA, mama sore-sore pulang dari tempat kerjanya langsung ke SMA yang aku tuju, padahal jauh. Mama bernegosiasi, tawar-menawar dengan pihak bendahara sekolah, supaya dapat mencicil uang pangkal yang mahal itu. Pihak benadahara sekolah bersikeras bahwa tidak bisa dicicil, tapi mama tetap berjuang, dan akhirnya mama diperbolehkan mencicil uang pangkal.

Tentang Kejadian yang mengubah diri .... ada beberapa milestone dalam hidupku, ini ceritanya:
Ketika aku SMP, aku masuk di suatu SMP swasta favorit. Seperti yang aku ceritakan di atas, SMP itu merupakan kompleks dari TK-SD-SMP. Sementara aku dari SD lain. Sebagian besar teman SD-ku melanjutkan di SMP yang satu kompleks dengan SD (sekolah SD-ku juga kompleks, dari TK-SD-SMP-SMA). Di SMP itu, siswa yang dari SD luar hanya 12 anak. Aku bingung bagaimana aku harus bergaul dengan siswa-siswa SMP itu yang sudah membentuk kelompok-kelompok sendiri, ditambah lagi sebagian besar dari mereka hanya mau berteman dengan yang sama-sama kaya saja. Lha aku? Aku dari keluarga biasa, bukan kaya. Jadi temanku di SMP hanya sedikit sekali, bahkan ada yang memusuhiku tanpa alasan yang jelas. Hal yang membuatku bangga terhadap diriku adalah prestasi akademisku yang bagus, dan skor IQ ku yang 135. Saat itu aku masih sangat percaya dengan tes intelegensi dan skor IQ. Ketika kelas 3 SMP barulah aku memiliki lebih banyak teman, walaupun tidak banyak tetapi lebih banyak daripada sebelumnya (dan sampai sekarang masih berhubungan). Masa SMP itu masa yang berat bagiku, tapi saat itulah aku menemukan cita-citaku, yaitu jadi Psikolog! Ya, jadi Psikolog. Jarang banget kan anak SMP bercita-cita jadi Psikolog  :P  

SMA... Thanks God, aku diterima di SMA yang aku cita-citakan sejak SD, yaitu SMA St. Louis 1 Surabaya. Dulu ketika SD, sepulang dari gereja (yang tempat parkirnya di halaman SMA), dalam hati aku berkata ke diriku: Aku besok harus sekolah di sini. Bangga dan senang sekali. Yang bersekolah di  sini tidak hanya dari Surabaya atau Jawa Timur, tapi ada juga cukup banyak yang dari luar pulau.
Awalnya lancar-lancar saja, kelas 1 aku ranking 10. Not bad, lah.  Tapi di kelas 2, situasi keluargaku kacau, sangat kacau. KDRT, itu yang aku alami, tidak hanya aku, tapi juga adikku (yang masih kecil), dan terutama mamaku....  Prestasiku sangat turun... sama sekali tidak bisa belajar... bahkan apa yang aku pelajari, besoknya aku sudah lupa. Dan kondisi ini juga diperparah karena teman-temanku menjauh.. (kelas di kelas 2 muridnya sama dengan ketika kelas 1). Nilaiku sangat jauh merosot, bahkan ada tiga mata pelajaran yang dapat nilai 5, aku takut tidak naik kelas... tapi aku berusaha menyeimbangkan di mata pelajaran yang aku kuasai sehingga nilai rata-rata masih 7,0 dan masih bisa naik kelas :)
Di kelas 2 ini, hidupku benar-benar kacau, hampir setiap hari aku pusing, dan aku sampai “ketergantungan obat”, ke manapun harus membawa dan tiap hari harus minum obat penghilang pusing. Dan.... pikiran untuk suicide muncul beberapa kali... tapi setiap kali mencul keinginan itu, rasanya ada yang menahanku. Aku juga diramal oleh seorang kakak kelas yang mengaku bisa meramal bahwa aku akan mengalami kesulitan dalam mencapai cita-citaku (dan untungnya aku tidak percaya). 
Suatu ketika, saat itu hari Minggu pagi, dan aku tertidur dengan tv yang masih menyala (that’s my bad habit on Saturday nite). Aku terbangun karena suara tv, dan kebetulan acaranya adalah penyegaran rohani. Di situ dikatakan bahwa Tuhan punya rencana yang indah untuk kita, seperti dalam kitab Jeremiah 29:11 “For I know the plans I have for you,” says the Lord, “They are plans for good and not for disaster, to give you a future and a hope”. Inilah kata-kata yang menguatkanku, untuk bangkit. Kebetulan hari itu adalah hari raya Pentakosta. Di gereja, aku nangis ketika berdoa (tapi tetap tidak mau ketahuan kalau nangis), ternyata Tuhan masih sayang sama aku. Saat itulah aku tergerak untuk mengontrol hidupku sendiri, aku harus move on. Kebetulan aku membaca The 7 Habits of Highly Effective Teens. Aku melakukan yang ditulis di buku itu. Aku pun kembali beriman, sebelumnya aku sempat kehilangan iman...  
Ketika libur kenaikan kelas dari kelas 2 ke kelas 3, aku mencoba merancang kembali hidupku.. entah dapat insight dari mana... kemudian dioperasionalkan seperti pada buku The 7 Habits of Highly Effective Teens. Aku ingin menjadi aku yang baru. Lalu aku bayangkan aku seperti apa, kemudian menuliskan bagaimana langkah konkritnya (koq mirip Appreciative Inquiry ya. hehehe). Catatanku mengenai langkah-langkah yang aku tempuh, sudah hilang entah di mana, tapi aku berhasil (setidaknya menurutku) menjadi aku yang baru. Salah satunya, lebih friendly kepada orang lain, menyapa teman duluan. Di kelas 3 aku mencoba kenalan dengan teman-teman baru, jadi lebih terbuka :)  Aku akhirnya bisa memperbaiki nilaiku, misalnya Matematika dari nilai 5 (di kelas 2) menjadi 7, dan aku masuk ranking 5 :) dan bisa mendaftar dan akhirnya diterima di tiga perguruan tinggi :D  (1 jalur PMDK prestasi di Psikologi Unair, 1 jalur prestasi di Psikologi &  Manajemen Widya Mandala, dan 1 jalur SPMB di Universitas Negeri Malang),  dan aku memilih Psikologi Unair :D    

Yang saya hargai....
dari diri saya, banyak sebenarnya, hehehehe.  Sejak kecil saya suka mengamati dan suka bertanya, kenapa begini, kenapa koq harus begitu, kenapa nggak begini saja...  kemudian, kemampuanku. Tahun 2007-2008 lalu, aku membantu mama membuat rangacangan untuk mengajar (kalau disingkat RPP, tapi aku lupa kepanjangannya), di waktu yang bersamaan aku membantu papa menyelesaikan disertasinya, mulai dari hal klerikal (yang membosankan itu) seperti men-input data, sampai diskusi. Kebetulan papa mengambil manajemen sumber daya manusia yang banyak overlap-nya dengan psikologi. Selain itu juga mendampingi adikku belajar. Adikku tidak mau les di luar, jadinya aku yang mengajari lagi (sampai sekarang), tapi tidak sekedar mendikte, tetapi menjelaskan menggunakan konteks dan contoh nyata sehingga adikku tidak hanya menghafal tetapi juga tahu manfaat yang dia pelajari dan lebih merasa enjoy :)

...itu hanya sebagian yang aku banggakan dari diriku... masih ada lagi, sih sebenarnya.

Dari mama... mama sangat penuh kasih sayang, mama yang menjadi tulang punggung keluarga, terutama sejak papa kuliah S2 (selama dua tahun) dan S3 (selama tujuh tahun) di Yogyakarta..Mama juga paling rajin berdoa. Walaupun kadang mama sulit mengambil keputusan, tapi mama yang paling rajin. Mamaku tipe kepribadiannya adalah E/ISFJ, kebalikanku.

Dari papa... papa sangat berdedikasi terhadap ilmu pengetahuan, kuliah sampai S3, bahkan dengan biaya sendiri (dan minta mama :P).

Dari adikku, Jessica... dia kreatif dan baik kepada orang lain. Misalnya dia pernah bercerita bahwa dia tidak mau gank-gank-an karena ingin berteman dengan semuanya. Oya, untuk seusianya (usia SMP), adikku ternyata sudah punya value yang menurutku luar biasa. Suatu ketika adikku cerita ke aku, kurang lebih seperti ini: “Tadi aku lupa kalau ada ulangan Fisika. Aku nggak belajar, ya aku kerjakan sebisaku, mungkin cuma dapat 60. Tapi aku mending dapat nilai jelek daripada nyontek”.   Wow!
Saurada-saudara sepupuku dan juga teman-teman adikku tahu bahwa aku sangat sayang pada adikku. Ya, aku memang sangat sayang pada adikku Jessica, karena dia adikku yang bisa kusayangi secara nyata...  dan adikku yang membuatku untuk survive, karena aku berpikir bahwa adikku masih membutuhkanku. Sebenarnya aku punya tiga adik, tapi dua keguguran... (yang anak ke-2 dan ke-4). Jadilah, aku hanya berdua dengan Jessica (sebenarnya dia anak ke-3). 



Dari orang lain...
Orang-orang itu unik, dan aku suka mengamati. Dari situ aku sering menemukan sesuatu yang spesial dari dirinya. Misalnya, ada seorang ibu (di tempatku KKN) yang berusaha agar anak-anaknya dapat sekolah hingga lulus SMA, dan dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Dari Indonesia...
Jujur, aku dulu ketika kecil sampai SMA tidak peduli dengan Indonesia, tapi sejak kuliah muncul kecintaanku pada Indonesia (salah satunya pada Facebook, aku menulis political view dengan “aku cinta Indonesia”). Aku melihat Indonesia sebagai bangsa yang sedang belajar, terutama belajar berdemokrasi dan belajar menghargai keragaman. Oya, aku ceritakan deh, salah satu wujud kecintaanku pada Indonesia dengan segala keragamannya. Beberapa waktu lalu aku berkenalan dengan seseorang melalui Facebook. Karena nampaknya dia baik, maka aku memberi nomer handphone-ku ketika dia minta. Suatu ketika dia mengirimiku sms: “eh, aku mau tanya, kamu indiren atau tenglang?”.  Langsung aku balas: “I’m Indonesian and I’m proud of it! Aku WNI, warga negara Indonesia, titik. Please deh, hari gini masih rasis”. Lalu dia membalas dengan minta maaf.

Dari kehidupan...
Kehidupan itu proses... yang membuat diriku semakin matang dan semakin “aku”. Kehidupan memberiku banyak pengalaman berharga, melaui segala yang ada di dalamnya.

Simbolku... apa ya, seringkali ketika diminta memilih atau membuat simbol diri, aku bingung. hahaha. Tapi aku memilih Srikandi, tokoh dalam pewayangan yang merupakan wanita yang tangguh.

Indonesia 2030
Indonesia menjadi negara yang sejahtera, berkecukupan, pendidikan merata, dan masyarakat bisa saling menghargai. Alamnya tetap terjaga, masih banyak sawah, pohon dan tanaman, dan daerah resapan air, termasuk di kota-kota besar, serta dapat mengolah sampah sehingga sampah tidak jadi masalah besar.
Masyarakatnya sudah memiliki kesadaran terhadap mother earth,  dan bersaing secara sehat.
Yang sudah aku lakukan adalah menanam tanaman di rumah (termasuk di genting) dan mengurangi penggunaan plastik dan styrofoam. Ini memang langkah yang sangat kecil, tapi bisa menular. Misalnya ketika belanja di swalayan, saya sering tidak meminta kresek, dan (semoga ada yang melihat dan meniru), dan saya sangat suka bubur ayam, tapi kalau beli saya membawa tempat sendiri jadi tidak perlu pakai styrofoam. Itu mengenai alam. Kalau mengenai keragaman, yang saya lakukan adalah bergaul dengan siapapun, dan juga mempelajari berbagai agama, dengan mengenal agama lain, maka aku dapat menemukan bahwa semua agama itu baik dan aku bisa semakin respect terhadap ajarannya dan penganutnya :)

Biografiku nanti judulnya
Jo si Srikandi: Dulu menjual Baju Bekas, kini Fashion ENTrePeneur
Aku pernah jualan baju bekas di emperan pasar Karang Menjangan, lho, tapi uangnya tidak untuk aku, tetapi untuk mengumpulkan dana  untuk Welcome Party salah satu unit kegiatan mahasiswa, di mana aku pernah menjadi ketua panitia. Fashion entrpeneur, itu salah satu cita-cita jangka dekat yang sedang aku wujudkan. Mengapa fashion? Menurutku semua orang, mulai yang bertubuh kecil sampai besar, berhak memakai pakaian yang bagus dan terjangkau harganya. Sementara di pasaran pakaian sering dibuat ukuran kecil saja. Selain itu, bagiku, manusia itu adalah subjek fashion, bukan objek fashion atau manekin, jadi aku mengutamakan keunikan pemakainya. Tunggu ya, tak lama lagi label pakaianku aku rilis :)
Srikandi? Kenapa Srikandi? Kehidupan yang aku lalui, termasuk KDRT, membuatku menjadi seorang wanita mandiri, dan Srikandi adalah tokoh favoritku. Aku juga baca novelnya lho ;)

Hal konyol? Banyak. Ada yang konyol lucu, ada yang konyol kebodohan. Yang lucu: dulu ketika SMA rambutku panjang, hampir sepinggang. Sehari setelah Imlek 2006 (aku kelas 3), sebagian murid tidak masuk karena masih pulang kampung. Maka pelajaran di sekolah sambil santai, dan foto-foto (kebetulan ada yang bawa kamera). Kami foto-foto di kelas. Ketika berfoto, aku berdiri di tengah, dan rambutku aku urai ke depan (silakan dibayangkan, menyeramkan). Ketika hasil foto dilihat, fotonya jadi nampak menyeramkan karena seperti ada penampakan. hahaha.
Kalau konyol (menurutku adalah kebodohan).... aku tidak cepat lulus kuliah (padahal aku masuk melalui jalur prestasi dan awalnya lancar). Memang ada berbagai sebab, termasuk hal-hal KDRT yang aku alami lagi dan situasi keluargaku yang kacau akhir-akhir ini, tapi yang menurutku konyol adalah aku sudah lama tidak menemui dosen pembimbingku.... this is my confession....    Kini aku berusaha (lagi) untuk bangkit dan lulus. 

...Ketika kau terjauh rasanya sungguh sakit, namun sekarang saatnya untuk bangkit...
(“Harapan” by Jflow)

Feel free to ask me anything about my life & experience =) 

-->
 kisah ini ditulis untuk program
“Rubrik Kolaborasi Bukik Bertanya”



Friday, February 3, 2012

Kreatif = Kere Aktif

Kreatif= Kere Aktif

Anda mungkin pernah mendengar istilah “kreatif = KeRE  AkTIF”, tau mungkin anda juga setuju dengan istilah itu? Hahaha. Kere itu adalah sebuah kata dalam bahasa Jawa, yang artinya tidak mempunyai banyak uang atau miskin. Kalau kondisi finansial anda pas-pasan, tidak perlu minder, justru ini kesempatan anda untuk menjadi lebih kreatif dibandingkan dengan kawan-kawan anda yang mudah mendapatkan segala yang diinginkan karena memiliki banyak uang (walaupun mungkin itu uang dari ortu). hehehe.

Di sini saya mau bercerita pengalaman saya sebagai manusia kreatif, alias kere tapi aktif. hahaha.
Oke, salah satu minat saya adalah fotografi, sebenarnya sejak lama, sih... yang saya ingat, waktu saya kelas 3 SD (tahun 1996-1997), diajak menginap di suatu hotel yang bagus di kota Batu ketika acara gathering dari kantor papa saya bekerja. Di sana saya malah asyik sendiri keliling taman dan playground di hotel itu sambil memotret. Ya tentu saja pakai kamera saku yang menggunakan film. Waktu-waktu berikutnya, saya juga sering menggunakan kamera itu untuk memotret, tapihasilnya hanya dicuci tetapi tidak dicetak, karena mahal (apalagi untuk kantong anak SD), kadang juga tidak dicuci. hahaha. Kamera saku film memang murah, kata mama harganya hanya Rp. 20.000 waktu itu, tetapi yang mahal adalah harus beli film-nya, kemudian kalau sudah harus dicuci, dan dicetak.  Sayangnya saya waktu itu tidak menyimpan filmnya dan entah di mana semua... yang penting puas motret, itu yang saya pikirkan waktu masih kecil.

Ketika saya SMP, saat itu tahun 2000. Mungkin anda masih ingat salah satu yang lagi nge-trend saat itu? Photobox. Sebuah bilik kecil yang ada kamera digital dan layar, sehingga konsumen bisa memotret sendiri. Nah, teman-teman saya (yang uangnya tebal) punya hobi foto di photobox. Hampir tiap minggu ada yang pamer foto hasil jepretan di photobox. Selain itu, juga sedang trend berfoto di studio, yang studionya juga menyediakan kostum yang bagus-bagus. Lagi-lagi, teman-teman pun  suka berfoto di studio semacam itu. Biayanya? Menurut saya mahal. Saya akhirnya hanya ikut-ikutan melihat foto-foto yang dipamerkan teman-teman saya itu. Tapi, apakah saya hanya melihat begitu saja? Tentu tidak. Saya tidak hanya melihat, tetapi mengamati. Misalnya, bagaimana angle-nya, bagaimana posenya, kostumnya, dan backgroundnya (misalnya, ternyata tanaman/taman bisa menjadi background yang bagus). Tren foto studio itu berlangsung sampai ketika saya SMA (tahun 2006). Oya, selain mengamati foto teman-teman, saya juga suka mengumpulkan brosur-brosur dari studio foto. Lagi-lagi saya belajar dengan mengamati foto-foto yang ada di situ :P  (btw, koleksi brosur-brosur itu masih saya simpan, walaupun sebagian studionya sekarang sudah tutup).

Ketika SMA, saya mendapatkan kamera SLR analog. Kamera ini milik tetangga oma saya, kemudian dibeli oleh saudara sepupu saya. Nah, saya menabung untuk membeli kamera itu dari sepupu saya, tapi akhirnya diberi gratis :)  hehehe.
Sampai dengan kuliah (tahun 2006), saya masih pakai kamera saku analog, padahal sudah banyak kamera saku digital. Katrok yak. Lagi-lagi karena harganya masih mahal untuk kantong saya. Kadang jengkel karena tidak praktis. Pingiiiiin sekali punya kamera digital. Jadinya, saya sering meminjam kamera saku digital milik teman saya. Siapa yang bawa kamera digital, saya pinjam. hehehe. Teman-teman saya ternyata suka hasil jepretan saya :)  Yang paling menyenangkan adalah ketika foto hasil jepretan saya (dengan meminjam kamera teman), dipakai untuk banner di kampus. Ketika itu ada dua kakak angkatan yang mendapat beasiswa pertukaran pelajar, yang kebetulan juga teman magang saya. Pas di kantor, iseng-iseng motret-motret, eh, ternyata foto itu dipakai untuk banner yang mengumumkan penerima beasiswa :D 

Tahun 2008 baru kesampaian beli kamera saku digital... prosesnya pun panjang. Saat itu papa saya sedang penelitian untuk disertasinya, respondennya berjumlah 900 sekian hampir 1000. Saya dimintai tolong untuk meng-input data, dan diberi fee Rp. 1000 per kusioner. Fiuhh... menginput data ini nampaknya sepele, tetapi sebenarnya melelahkan mata, tangan, dan punggung >_<  lha hampir seribu responden, yang masing-masing buklet kuesioner berisi 130an item.  Akhirnya dapat, deh uang sejuta  :D (sebenarnya Rp. 900.000 sekian, tapi dibulatkan sebagai bonus :)). Ditambah Rp. 250.000 sama mama, akhirnya bisa beli kamera saku digital :D  Kodak C1013.

Sejak punya kamera digital, semakin sering memotret, mulai dari motret yang bagus sampai hal-hal geje  alias gak jelas, hehehe.  Ketika ke kampus, hampir selalu saya bawa, sering motret teman-teman. Suatu ketika, ada lomba foto yang diadakan oleh Perpustakaan Unair dalam rangka ulang tahun perpustakaan. Tema fotonya berkaitan dengan perpustakaan. Saya mengirimkan foto ini...  




Awalnya hanya ada sekitar 4 teman yang ingin difoto, tetapi teman-teman lain yang kebetulan saat itu lewat juga ingin ikut difoto, jadinya ya foto ramai-ramai begini :D













Saya memang tidak menang, tetapi foto karya saya malah dijadikan background website perpustakaan Unair dan untuk cover brosur :D


















Kemudian, bulan Agustus 2011, dosen saya, pak @Bukik merilis buku The Dancing Leader  sebagai #KadoMerdeka, di mana pada buku itu terdapat foto-foto penari (dancer) sebagai ilustrasi. Sebelumnya, pak Bukik mengajak para fotografer untuk mengirim karyanya. Ya saya ikutan (padahal waktu saya ngirim sudah mepet deadline). Dan.... ada dua foto karya saya yang dipakai :D di halaman 11 (tari pergaulan dari Papua) dan 27 (penari Bali).   *thanks a lot ya, Pak  \(^0^)/ *

Sekarang banyak orang yang “berkalung” kamera DSLR, dan saya masih “setia” dengan kamera saku digital saya.  Honestly, saya juga ingin. Tapi dana belum mencukupi (walaupun ada DSLR yang low-end). Tapi nggak masalah, dengan keterbatasan kamera yang saya miliki saya tetap dapat menghasilkan foto yang bagus (yang saya puas hasilnya) dan orang lain juga suka. Tetap berlatih dengan apa yang ada untuk menghasilkan sebaik mungkin :)   dan ini merangsang & meningkatkan kreativitas, dan juga self-efficacy :)     oya, kata-kata fotografer favorit saya, Arbain Rambey, yang saya suka adalah: kamera yang terbaik adalah kamera yang anda miliki. Terus memotret!

So, apapun minat anda, tetaplah lakukan & perjuangkan itu.  dan seperti yang saya tulis di awal, bahwa keterbatasan dana malah “memberi” peluang kepada anda untuk menjadi lebih kreatif ;) 

Foto-foto karya saya, saya upload di Flickr, url-nya www.flickr.com/photos/josephineantonia  atau klik ikon Flickr di bagian kanan atas halaman ini :)  silakan mampir :) 

cheers!
jo \(^o^)/