Selasa, 4 Desember
2012, sekitar pukul 10.15 aku membuka Facebook, membaca news feed. Mas Dimas
Aryo memberitakan bahwa pak Ino telah berpulang. Kaget. Aku tahu ini bukan
hoax, karena mas Aryo sendiri yang menulis di FB. Kubuka Twitter, pak @bukik
memberitakan hal yang sama. “Oh my God....i can’t belive this...”, aku teriak
dalam hati. Aku tidak bisa menahan air mata...
Aku memang tidak secara
intens berinteraksi dengan pak Ino, aku hanya diajar pada kuliah Asas-asas
Manajemen, Psikologi Industri dan Organisasi (bersama pak Bukik), dan Model
Pengambilan Keputusan (bersama pak Seger).
Pengalamanku
berinteraksi dengan pak Ino sangat jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
teman-teman yang memilih peminatan PIO, sedangkan aku memilih Klinis.
Pengalaman yang tidak aku lupakan adalah ketika aku masih semester II,
pertengahan tahun 2007. Aku yang saat itu menjadi ketua panitia Welcome Party
UKMKK, bermaksud meminta pak Ino menjadi donatur. Aku dan Esther, (dengan
takut-takut), masuk ke ruangannya pak Ino. Pak
Ino menolak mentah-mentah proposal kami. Saat itu yang ada di pikiranku, wah
pelit amat dosen ini. Tapi belakangan aku baru menyadari, itu cara pak Ino agar
kami berusaha. Penolakan proposal itulah, yang kemudian membawaku pada
pengalaman berjualan, mulai dari di acara wisuda sampai di pasar, tanpa gengsi.
Pak Ino bisa saja memberi sumbangan, tapi itu tidak mendorong kami untuk
berusaha.
Rabu, 5 Desember
2012, ketika kami (saya, Phebe, & Ni Putu) melayat ke Adi Jasa, kami sempat
berbincang sedikit dengan bu Liliek, istri pak Ino. Bu Liliek mengatakan, “Pak Ino tidak mau ketika meninggal
merepotkan orang”. Kepergiannya yang mendadak dan di rumah, mungkin inilah
yang dikehendakinya.
Dalam hati, aku menyesal mengapa dulu
tidak mengambil lebih banyak mata kuliah yang diasuhnya, mengapa aku tidak
berinteraksi lebih banyak, mengapa aku ikut-ikutan menganggap beliau killer.
Aku sebenarnya berencana tahun depan akan melanjutkan kuliah Magister Profesi,
dan mengambil peminatan PIO. Sejujurnya, aku memilih PIO salah satunya juga
karena ada pak Ino,aku penasaran dan
ingin belajar banyak dan berdiskusi dengan beliau, termasuk tentang filsafat
& sejarah, yang baru akhir-akhir ini aku tertarik. Tapi ...
Semua sedih, semua
merasa kehilangan... tapi tentu pak Ino tidak ingin kita bersedih terlalu
lama.. Lagu berjudul “With You in Your
Dreams” dari Hanson, sepertinya cocok menggambarkan apa yang pak Ino ingin
sampaikan kepada kita...
“If I’m gone when you wake up, please don’t
cry. And if I’m gone when you wake up, it’s not goodbye...”
“And though my flesh is gone, I’ll still be
with you at all times. And though my body is gone, I’ll be there to comfort you
at all times...”
“I don’t want you to cry and weep, I want
you to go on livin’ your life. I’m not sleep an endless sleep, ‘cause in
your heart you all have good times”
Kini, aku masih
meneteskan air mata, tapi bukan air mata kesedihan lagi, melainkan air mata
haru. Aku percaya pak Ino berbahagia di tempat terindah. Apalagi Gusti Allah
memanggil pak Ino di saat yang indah, masa Advent. Aku percaya pak Ino bangga
pada kita yang sudah berhasil, maupun yang masih berusaha, dan yang mengerjakan
PR darinya. Aku bersyukur, mengenal sosok yang berintegritas, walau hanya
sekejap:’)
Nanti jam 10, akan
diadakan upacara penghormatan terakhir untuk pak Ino di fakultas.. Aku dan
teman-teman SK3 akan menyanyikan lagu kesukaan pak Ino, yang kebetulan juga
lagu kesukaanku, yang biasa aku nyanyikan ketika aku sedang membutuhkan
kekuatan... Mazmur 23:’)
Rest in peace Sir
Christophorus Daniel Ino Yuwono :’)
Apakah anda pernah
ditanya “Kamu cinta Indonesia?”.
Kira-kira kalau ditanya demikian apa jawaban anda? Bingung menjawabnya? Bingung
harus menjawab bagaimana? Kemudian, jika anda ditanya “Apa yang sudah kamu lakukan untuk bangsamu?”. Kira-kira bagaimana
reaksi anda? Semakin bingung tidak bisa menjawab, mungkin, hahaha.
Bulan lalu, saya
berkesempatan untuk menghadiri talkshow buku NASIONAL.IS.ME yang ditulis oleh Pandji Pragiwaksono. Excited sekali,
karena buku ini keren, dan penulisnya pun adalah rapper dan pemikir favorit saya. Buku Nasional.is.me sebenarnya ada
yang versi e-book yang bisa diunduh
secara gratis, dan saya sudah membaca kira-kira ¼ nya, namun saya juga membeli
yang versi cetak supaya bisa ditandatanagi oleh Pandji & foto bareng. Hehehe. Oya, setiap satu buku
terjual, satu buku lainnya dibagikan secara gratis di daerah yang sulit
dijangkau internet, dan ini sudah berjalan pada cetakan pertama, yang
disalurkan melalui dua lembaga.
Hadir dengan
memakai kaos hitam bergambar siluet Garuda Pancasila bertuliskan Merdeka,
Pandji tampil atraktif pada talkshow yang diselenggarakan di toko buku
PetraTogamas. Dan ternyata memang benar, di televisi, orang nampak lebih besar
daripada aslinya, hahaha.
Pada talkshow ini,
Pandji mengawali dengan penjelasan mengenai definisi “nasionalisme”. Selama ini
nasionalisme seringkali didefinisikan sebagai paham yang mencintai tanah air.
Nasionalisme sebenarnya merupakan paham dimana perbedaan-perbedaan yang ada dibersatukan untuk kelangsungan suatu
bangsa. Kata “dibersatukan” memang sengaja saya buat lebih tebal untuk memberi
penekanan: dibersatukan itu bukan dibuat menjadi satu, melainkan tetap
mengakomodasi perbedaan-perbedaan yang ada. Kemudian Pandji bercerita sekilas mengenai bab-bab dia
tuangkan pada bukunya.
Isi buku
Nasional.is.me :
§Dari sebuah permintaan sampai sebuah perenungan
§Dari tahun 1990 sampai 1999
§Dari menjadi penonton sampai menjadi pelaku
§Dari Sabang sampai Merauke
§Dari sebuah krisis sampai pada perasaan optimis
§Dari sebuah ledakan sampai sebuah perjalanan
§Dari NASIONAL.IS.ME sampai PATRIOT.IS.ME
§Dari sebuah keyakinan sampai sebuah keraguan
§Dari menjadi murid sampai menjadi guru
§Dari kalimat pembuka sampai kalimat penutup
Dari sekian bab
itu, mungkin bab “Dari sebuah keyakinan sampai sebuah keraguan” judulnya
membuat bertanya-tanya, koq dari yakin menjadi ragu... Tapi bagian ini
sebenarnya merupakan bagian yang terpenting dari buku ini. Intinya mengenai
sejarah bangsa ini, seperti kita tahu bahwa sejarah bangsa ini banyak yang dibelokkan.
Bagi saya pribadi, bab ini benar-benar menambah pengetahuan mengenai sejarah
bangsa ini. Tujuan Pandji menulis bab ini sedemikian rupa adalah menginginkan
pembaca juga tahu sejarah yang buruk dari Indonesia. Mengapa? Agar pembaca memiliki kesempatan untuk ragu.
Mengapa? Karena keraguan membuat kita
mempertanyakan kembali keyakinan kita, dan kalau kita kembali dari keraguan
itu, maka keyakinan kita akan menjadi lebih kuat.
Buku ini secara
gamblang menceritakan pengalaman dan perjalanan seorang Pandji, bagaimana
akhirnya dia menjadi cinta dengan tanah air ini dan berkarya untuk negeri. Mengapa
dibuat buku? Tujuan Pandji membuat buku ini adalah menulis apa yang Pandji tahu
mengenai Indonesia, sehingga memunculkan optimisme terhadap negeri ini.
Message buku ini ada tiga poin, untuk
melakukan perubahan positif bagi Indonesia, yang tertulis pada sampul muka
buku: Kenali Indonesia-mu; Temukan passion-mu;
Berkaryalah untuk masa depan Bangsamu.
Bagaimana itu? Kenal Indonesiamu, kita harus tahu Indonesia yang sesungguhnya,
caranya ialah dengan lebih banyak membaca daripada yang ditawarkan oleh koran
dan televisi. Ya seperti kita tahu, di media massa lebih banyak diberitakan
yang buruk. Dengan mengenal Indonesia yang sesungguhnya, tentu akan merasa
memiliki. Kemudian kenali passion-mu
atau gairahmu. Kemudian lakukan sesuatu sesuai minat atau passion-mu itu. Hal yang dilakukan pada awalnya adalah untuk kepuasan
diri sendiri, tapi dampaknya untuk Indonesia :)
akhirnya kesampaian, deh foto & dapat tanda tangan Pandji :D
Anda pernah ke Surabaya? Atau berdomisili di
Surabaya? Pernah berjalan-jalan di taman kota? Kalau belum pernah, coba deh
sesekali mengunjungi taman kota untuk refreshing :)
Yay, salah satu
keistimewaan Surabaya adalah semakin banyaknya taman-taman kota. Taman yang
sudah lebih dulu ada & terkenal yaitu Taman Bungkul, Taman Apsari, dan
Kebun Bibit Bratang, kini semakin banyak taman-taman yang dibuat dan semakin
banyak juga orang yang berekreasi di taman-taman kota. Salah satu taman yang
kini ramai dikinjungi adalah Kebun Bibit Wonorejo. Sebenarnya kebun ini sudah
lama ada, namun dulu hanya sebagai tempat pembibitan tanaman, dan tidak dibuka
untuk umum. Baru pada 2010, taman seluas 5,9 hektar yang dikelola oleh Dinas
Kebersihan dan Pertamanan ini, diperbaiki dan dibuka untuk umum.
Hari Jumat, 23
Maret 2012 yang lalu, bertepatan dengan Tahun Baru Saka (dan libur, tentunya ;)aku,
adikku (Jessica), dan temannya adikku (Dea) bermain di kebun bibit Wonorejo.
Sebelumnya, aku dan adikku juga sudah pernah beberapa kali ke kebun bibit, dan
juga taman lainnya, seperti taman
kunang-kunang (Pandugo) dan kebun bibit Bratang atau yang kini disebut taman
flora. Ya, aku memang berusaha memperkenalkan kepada adikku bahwa bermain di
taman itu asyik juga, biar nggak mall-minded,
itu maksudku.
Ingin tahu
bagaimana asyiknya kebun bibit Wonorejo?Silakan lihat pada foto-foto di bawah ini :)
Ada anak-anak yang
bermain air, bermain ayunan, bersepeda, ada sekelompok mahasiswa yan sedang
membuat film pendek, ada orangtua yang yang mengajak anaknya yang masih balita,
dan .... ada yang melakukan photo session.Ya, memang kebun bibit ini merupakan spot yang asyik untuk melakukan photo session. Pemandangannya indah, dan
tentu saja, gratis, tidak perlu mengeluarkan uang untuk sewa lokasi. Setiap
kali saya ke sini, selalu saja ada fotografer yang sedang memotret kliennya. Ya
sebenarnya saya juga, sih.. hehehe, bersantai sekaligus memoret adikku dan
temannya, ya untuk menambah portofolio :D
Bagaimana?
menarik, kan? yuk ke kebun bibit :D
Ingin tahu
lebih lanjut mengenai taman-taman di Surabaya? Silakan klik tautan-tautan
berikut :)
Membuat essay ini, mengngatkanku pada tugas Filsafat Manusia pada awal kuliah dulu yang dosennya juga Pak Bukik. Pertanyaan-pertanyaan yang aku jawab melalui essay ini super sekali (meminjam istilahnya Mario Teguh). Baru mau mengetik, eh malah nangis duluan... (padahal sering aku nggak bisa nangis)... Suatu pengalaman yang super sekali bisa mengikuti ini :)
Bukik Bertanya: Si
Srikandi calon Fashion Entrepreneur
This is Me
Namaku Josephine,
tapi karena panjang, maka teman-temanku memangilku dengan Jo, Joey, Jos, Yos,
atau Pin. Resminya sebenarnya Antonia Yosephine R.P., dan tidak menuliskan
kepanjangan R.P. Sedangkan di media sosial atau di tempat yang tidak harus
menggunakan nama sesuai KTP, aku menulis namaku Josephine Antonia. Mengapa aku
balik? Supaya nama panggilanku ada di first name, itu saja.
Penasaran dengan
arti namaku yang terdengar ke-bule-bule-an ini? Antonia adalah nama baptisku,
diambil dari nama St. Antonius, dan juga diambil dari nama kakekku. Ya, aku
adalah cucu kesayangannya :’) Sedangkan
Josephine dari nama St. Joseph. Sejak kelas 2 SD, aku memilih Josephine sebagai
nama panggilanku, sebelumnya panggilanku Vivin *cuma di rubrik Bukik Bertanya
aku membuka ini. hahaha*. Awalnya aku hanya sekedar suka dengan nama Josephine,
tapi sekarang, aku sangat suka dengan nama ini, terutama setelah menonton film
The Nativity Story. St. Joseph juga seorang kudus yang dijadikan patron
(patronage saint) bagi keluarga dan pekerja. Pekerja.. ya salah satu concern-ku
adalah mengenai ketenagakerjaan, aku ingin menjadi wiraswasta yang memanusiakan
pegawai.
Kejadian
menggetarkan bersama ayah
Sejujurnya, tidak
banyak hal yang aku lakukan bersama papa.... Tapi ada dua hal yang tidak bisa
aku lupakan, yaitu ketika aku diterima PMDK jalur prestasi di Fakultas
Psikologi Unair. Ketika itu di warnet untuk melihat pengumuman penerimaan
mahasiswa. Papa menciumku, dan aku merasakan ada kebanggaan dalam dirinya.
Itulah aku benar-benar merasakan ciuman seorang ayah. Mengapa begitu, aku
ceritakan detilnya pada bagian selanjutnya ya. Kejadian kedua yang menggetarkan
adalah baru-baru ini. Tepatnya bulan Agustus 2011. Pada hari itu, papa bilang
kalau tidak enak badan, awalnya dikira keracunan makanan, jadi aku belikan
degan hijau. Papa waktu itu minta ditemani, jadi aku tidak ke kampus. Karena
tidak ada perkembangan berarti, aku memaksa papa untuk aku antarkan ke rumah
sakit, tapi papa tidak mau. Sore harinya, kakinya semakin terasa berat.
Akhirnya mama membawa papa ke UGD rumah sakit RKZ naik taksi. Aku di rumah
bersama adikku. Tapi kemudian aku menyusul, malam-malam naik sepeda motor untuk
membawakan pakaian, makan malam, dan air suci. Suatu kejadian yang membuat kami
shock, papa didiagnosis stroke dan jantung.... tapi saat itu intuisiku mengatakan everything
gonna be OK. Beberapa hari kemudian aku menjenguknya di rumah sakit. Saat itu
sore hari menjelang malam. Entah mengapa, aku rasanya ingin ke kapel yang ada
di rumah sakit itu. Di sana, aku baru tahu bahwa ada lantai 2, yaitu tempat
Adorasi, yaitu ruangan yang sangat kudus, tempat pentahtaan hosti kudus. Rasanya seperti ada yang menunjukkanku.
Aku naik ke lantai 2, ke tempat Adorasi. Begitu masuk, aku langsung berlutut
dan nangis... nggak bisa berkata apa-apa lagi. Rasanya campur aduk, nggak karu-karuan,
antara kemarahan sama papa yang sudah memuncak dan rasa kasihan, dan kegalauanku
karena belum dapat ijin mengambil data untuk skripsi. Aku cuma bisa nangis sambil curhat kepada Sang
maha Kasih. Tapi saat itu yang aku doakan hanya kesembuhan papa, supaya papa
tidak perlu operasi jantung (yang biayanya dan resikonya besar). Kira-kira 15
menit kemudian aku keluar, dan petugas yang berjaga di ruang Adorasi itu
memberiku tisu dan bertanya kepadaku, apa masalahku. Aku cerita dan lagi-lagi
sambil nangis. kemudian dia memberiku formulir untuk menuliskan permohonanku
untuk didoakan oleh tim pendoa. Aku keluar kapel dan mencuci muka, aku nggak
mau ketahuan kalau baru saja nangis. Kemudian aku kembali ke kamar papa, dan
pamitan pulang.
Dua minggu lamanya
papa dirawat di rumah sakit, cukup lama memang. Tapi ada hal yang aku syukuri,
yaitu papa memang terkena stroke tetapi untungnya hanya penyumbatan, tidak
terjadi pecah pembuluh darah, dan tidak perlu operasi jantung, walaupun setiap
hari seumur hidup harus minum obat. Thanks God! Jadi papa masih bisa beraktivitas
normal, masih bisa bekerja, tetapi tentu saja tidak boleh capek dan stres, dan juga harus didampingi terutama karena emosinya sering naik-turun.
Kejadian
menggetarkan bersama mama... ketika mama
mendaftarkanku di suatu SMP. Pihak sekolah cenderung menyepelekan calon siswa
dari sekolah luar. (SMP yang aku tuju adalah kompleks dari TK-SD-SMP yang
hampir semua siswa SMP adalah lulusan dari SD itu). Mama tidak menyerah, beberapa
kali mama ke sana untuk meminta informasi kapan pendaftaftaran, dan lain
sebagainya. kemudian ketika mau masuk
SMA, mama sore-sore pulang dari tempat kerjanya langsung ke SMA yang aku tuju,
padahal jauh. Mama bernegosiasi, tawar-menawar dengan pihak bendahara sekolah,
supaya dapat mencicil uang pangkal yang mahal itu. Pihak benadahara sekolah
bersikeras bahwa tidak bisa dicicil, tapi mama tetap berjuang, dan akhirnya
mama diperbolehkan mencicil uang pangkal.
Tentang Kejadian
yang mengubah diri .... ada beberapa milestone dalam hidupku, ini ceritanya:
Ketika aku SMP,
aku masuk di suatu SMP swasta favorit. Seperti yang aku ceritakan di atas, SMP
itu merupakan kompleks dari TK-SD-SMP. Sementara aku dari SD lain. Sebagian
besar teman SD-ku melanjutkan di SMP yang satu kompleks dengan SD (sekolah
SD-ku juga kompleks, dari TK-SD-SMP-SMA). Di SMP itu, siswa yang dari SD luar
hanya 12 anak. Aku bingung bagaimana aku harus bergaul dengan siswa-siswa SMP
itu yang sudah membentuk kelompok-kelompok sendiri, ditambah lagi sebagian
besar dari mereka hanya mau berteman dengan yang sama-sama kaya saja. Lha aku?
Aku dari keluarga biasa, bukan kaya. Jadi temanku di SMP hanya sedikit sekali,
bahkan ada yang memusuhiku tanpa alasan yang jelas. Hal yang membuatku bangga
terhadap diriku adalah prestasi akademisku yang bagus, dan skor IQ ku yang 135.
Saat itu aku masih sangat percaya dengan tes intelegensi dan skor IQ. Ketika
kelas 3 SMP barulah aku memiliki lebih banyak teman, walaupun tidak banyak
tetapi lebih banyak daripada sebelumnya (dan sampai sekarang masih
berhubungan). Masa SMP itu masa yang berat bagiku, tapi saat itulah aku
menemukan cita-citaku, yaitu jadi Psikolog! Ya, jadi Psikolog. Jarang banget
kan anak SMP bercita-cita jadi Psikolog
:P
SMA... Thanks God,
aku diterima di SMA yang aku cita-citakan sejak SD, yaitu SMA St. Louis 1
Surabaya. Dulu ketika SD, sepulang dari gereja (yang tempat parkirnya di
halaman SMA), dalam hati aku berkata ke diriku: Aku besok harus sekolah di
sini. Bangga dan senang sekali. Yang bersekolah di sini tidak hanya dari Surabaya atau Jawa Timur,
tapi ada juga cukup banyak yang dari luar pulau.
Awalnya
lancar-lancar saja, kelas 1 aku ranking 10. Not bad, lah. Tapi di kelas 2, situasi keluargaku kacau,
sangat kacau. KDRT, itu yang aku alami, tidak hanya aku, tapi juga adikku (yang
masih kecil), dan terutama mamaku.... Prestasiku sangat turun... sama sekali tidak
bisa belajar... bahkan apa yang aku pelajari, besoknya aku sudah lupa. Dan
kondisi ini juga diperparah karena teman-temanku menjauh.. (kelas di kelas 2
muridnya sama dengan ketika kelas 1). Nilaiku sangat jauh merosot, bahkan ada
tiga mata pelajaran yang dapat nilai 5, aku takut tidak naik kelas... tapi aku
berusaha menyeimbangkan di mata pelajaran yang aku kuasai sehingga nilai
rata-rata masih 7,0 dan masih bisa naik kelas :)
Di kelas 2 ini,
hidupku benar-benar kacau, hampir setiap hari aku pusing, dan aku sampai “ketergantungan
obat”, ke manapun harus membawa dan tiap hari harus minum obat penghilang
pusing. Dan.... pikiran untuk suicide muncul beberapa kali... tapi setiap kali
mencul keinginan itu, rasanya ada yang menahanku. Aku juga diramal oleh seorang
kakak kelas yang mengaku bisa meramal bahwa aku akan mengalami kesulitan dalam
mencapai cita-citaku (dan untungnya aku tidak percaya).
Suatu ketika, saat itu hari
Minggu pagi, dan aku tertidur dengan tv yang masih menyala (that’s my bad habit
on Saturday nite). Aku terbangun karena suara tv, dan kebetulan acaranya adalah
penyegaran rohani. Di situ dikatakan bahwa Tuhan punya rencana yang indah untuk
kita, seperti dalam kitab Jeremiah 29:11 “For I know the plans I have for you,”
says the Lord, “They are plans for good and not for disaster, to give you a
future and a hope”. Inilah kata-kata yang menguatkanku, untuk bangkit.
Kebetulan hari itu adalah hari raya Pentakosta. Di gereja, aku nangis ketika
berdoa (tapi tetap tidak mau ketahuan kalau nangis), ternyata Tuhan masih
sayang sama aku. Saat itulah aku tergerak untuk mengontrol hidupku sendiri, aku
harus move on. Kebetulan aku membaca The 7 Habits of Highly Effective Teens.
Aku melakukan yang ditulis di buku itu. Aku pun kembali beriman, sebelumnya aku
sempat kehilangan iman...
Ketika libur kenaikan kelas dari
kelas 2 ke kelas 3, aku mencoba merancang kembali hidupku.. entah dapat insight
dari mana... kemudian dioperasionalkan seperti pada buku The 7 Habits of Highly
Effective Teens. Aku ingin menjadi aku yang baru. Lalu aku bayangkan aku seperti
apa, kemudian menuliskan bagaimana langkah konkritnya (koq mirip Appreciative Inquiry
ya. hehehe). Catatanku mengenai langkah-langkah yang aku tempuh, sudah hilang
entah di mana, tapi aku berhasil (setidaknya menurutku) menjadi aku yang baru. Salah
satunya, lebih friendly kepada orang lain, menyapa teman duluan. Di kelas 3 aku
mencoba kenalan dengan teman-teman baru, jadi lebih terbuka :) Aku akhirnya bisa memperbaiki nilaiku,
misalnya Matematika dari nilai 5 (di kelas 2) menjadi 7, dan aku masuk ranking
5 :) dan bisa mendaftar dan akhirnya diterima di tiga perguruan tinggi :D (1 jalur PMDK prestasi di Psikologi Unair, 1
jalur prestasi di Psikologi & Manajemen Widya Mandala, dan 1 jalur SPMB di
Universitas Negeri Malang), dan aku
memilih Psikologi Unair :D
Yang saya
hargai....
dari diri saya,
banyak sebenarnya, hehehehe. Sejak kecil
saya suka mengamati dan suka bertanya, kenapa begini, kenapa koq harus begitu,
kenapa nggak begini saja... kemudian,
kemampuanku. Tahun 2007-2008 lalu, aku membantu mama membuat rangacangan untuk mengajar
(kalau disingkat RPP, tapi aku lupa kepanjangannya), di waktu yang bersamaan
aku membantu papa menyelesaikan disertasinya, mulai dari hal klerikal (yang
membosankan itu) seperti men-input data, sampai diskusi. Kebetulan papa
mengambil manajemen sumber daya manusia yang banyak overlap-nya dengan
psikologi. Selain itu juga mendampingi adikku belajar. Adikku tidak mau les di
luar, jadinya aku yang mengajari lagi (sampai sekarang), tapi tidak sekedar mendikte,
tetapi menjelaskan menggunakan konteks dan contoh nyata sehingga adikku tidak
hanya menghafal tetapi juga tahu manfaat yang dia pelajari dan lebih merasa
enjoy :)
...itu hanya
sebagian yang aku banggakan dari diriku... masih ada lagi, sih sebenarnya.
Dari mama... mama
sangat penuh kasih sayang, mama yang menjadi tulang punggung keluarga, terutama
sejak papa kuliah S2 (selama dua tahun) dan S3 (selama tujuh tahun) di
Yogyakarta..Mama juga paling rajin berdoa. Walaupun kadang mama sulit mengambil
keputusan, tapi mama yang paling rajin. Mamaku tipe kepribadiannya adalah
E/ISFJ, kebalikanku.
Dari papa... papa
sangat berdedikasi terhadap ilmu pengetahuan, kuliah sampai S3, bahkan dengan
biaya sendiri (dan minta mama :P).
Dari adikku,
Jessica... dia kreatif dan baik kepada orang lain. Misalnya dia pernah
bercerita bahwa dia tidak mau gank-gank-an karena ingin berteman dengan
semuanya. Oya, untuk seusianya (usia SMP), adikku ternyata sudah punya value
yang menurutku luar biasa. Suatu ketika adikku cerita ke aku, kurang lebih
seperti ini: “Tadi aku lupa kalau ada ulangan Fisika. Aku nggak belajar, ya aku
kerjakan sebisaku, mungkin cuma dapat 60. Tapi aku mending dapat nilai jelek
daripada nyontek”. Wow!
Saurada-saudara
sepupuku dan juga teman-teman adikku tahu bahwa aku sangat sayang pada adikku. Ya,
aku memang sangat sayang pada adikku Jessica,
karena dia adikku yang bisa kusayangi secara nyata... dan adikku yang membuatku untuk survive, karena aku berpikir bahwa adikku masih membutuhkanku. Sebenarnya aku punya tiga
adik, tapi dua keguguran... (yang anak ke-2 dan ke-4). Jadilah, aku hanya
berdua dengan Jessica (sebenarnya dia anak ke-3).
Dari orang lain...
Orang-orang itu
unik, dan aku suka mengamati. Dari situ aku sering menemukan sesuatu yang
spesial dari dirinya. Misalnya, ada seorang ibu (di tempatku KKN) yang berusaha
agar anak-anaknya dapat sekolah hingga lulus SMA, dan dia bekerja sebagai
pembantu rumah tangga.
Dari Indonesia...
Jujur, aku dulu
ketika kecil sampai SMA tidak peduli dengan Indonesia, tapi sejak kuliah muncul
kecintaanku pada Indonesia (salah satunya pada Facebook, aku menulis political
view dengan “aku cinta Indonesia”). Aku melihat Indonesia sebagai bangsa yang
sedang belajar, terutama belajar berdemokrasi dan belajar menghargai keragaman.
Oya, aku ceritakan deh, salah satu wujud kecintaanku pada Indonesia dengan
segala keragamannya. Beberapa waktu lalu aku berkenalan dengan seseorang
melalui Facebook. Karena nampaknya dia baik, maka aku memberi nomer
handphone-ku ketika dia minta. Suatu ketika dia mengirimiku sms: “eh, aku mau
tanya, kamu indiren atau tenglang?”.
Langsung aku balas: “I’m Indonesian and I’m proud of it! Aku WNI, warga
negara Indonesia, titik. Please deh, hari gini masih rasis”. Lalu dia membalas
dengan minta maaf.
Dari kehidupan...
Kehidupan itu
proses... yang membuat diriku semakin matang dan semakin “aku”. Kehidupan
memberiku banyak pengalaman berharga, melaui segala yang ada di dalamnya.
Simbolku... apa
ya, seringkali ketika diminta memilih atau membuat simbol diri, aku bingung. hahaha.
Tapi aku memilih Srikandi, tokoh dalam pewayangan yang merupakan wanita yang
tangguh.
Indonesia 2030
Indonesia menjadi
negara yang sejahtera, berkecukupan, pendidikan merata, dan masyarakat bisa
saling menghargai. Alamnya tetap terjaga, masih banyak sawah, pohon dan tanaman,
dan daerah resapan air, termasuk di kota-kota besar, serta dapat mengolah
sampah sehingga sampah tidak jadi masalah besar.
Masyarakatnya
sudah memiliki kesadaran terhadap mother earth, dan bersaing secara sehat.
Yang sudah aku
lakukan adalah menanam tanaman di rumah (termasuk di genting) dan mengurangi
penggunaan plastik dan styrofoam. Ini memang langkah yang sangat kecil, tapi
bisa menular. Misalnya ketika belanja di swalayan, saya sering tidak meminta
kresek, dan (semoga ada yang melihat dan meniru), dan saya sangat suka bubur
ayam, tapi kalau beli saya membawa tempat sendiri jadi tidak perlu pakai
styrofoam. Itu mengenai alam. Kalau mengenai keragaman, yang saya lakukan
adalah bergaul dengan siapapun, dan juga mempelajari berbagai agama, dengan
mengenal agama lain, maka aku dapat menemukan bahwa semua agama itu baik dan
aku bisa semakin respect terhadap ajarannya dan penganutnya :)
Biografiku nanti
judulnya
Jo si Srikandi:
Dulu menjual Baju Bekas, kini Fashion ENTrePeneur
Aku pernah jualan
baju bekas di emperan pasar Karang Menjangan, lho, tapi uangnya tidak untuk
aku, tetapi untuk mengumpulkan dana untuk
Welcome Party salah satu unit kegiatan mahasiswa, di mana aku pernah menjadi
ketua panitia. Fashion entrpeneur, itu salah satu cita-cita jangka dekat yang
sedang aku wujudkan. Mengapa fashion? Menurutku semua orang, mulai yang
bertubuh kecil sampai besar, berhak memakai pakaian yang bagus dan terjangkau
harganya. Sementara di pasaran pakaian sering dibuat ukuran kecil saja. Selain
itu, bagiku, manusia itu adalah subjek fashion, bukan objek fashion atau
manekin, jadi aku mengutamakan keunikan pemakainya. Tunggu ya, tak lama lagi
label pakaianku aku rilis :)
Srikandi? Kenapa
Srikandi? Kehidupan yang aku lalui, termasuk KDRT, membuatku menjadi seorang
wanita mandiri, dan Srikandi adalah tokoh favoritku. Aku juga baca novelnya lho
;)
Hal konyol?
Banyak. Ada yang konyol lucu, ada yang konyol kebodohan. Yang lucu: dulu ketika
SMA rambutku panjang, hampir sepinggang. Sehari setelah Imlek 2006 (aku kelas
3), sebagian murid tidak masuk karena masih pulang kampung. Maka pelajaran di
sekolah sambil santai, dan foto-foto (kebetulan ada yang bawa kamera). Kami
foto-foto di kelas. Ketika berfoto, aku berdiri di tengah, dan rambutku aku
urai ke depan (silakan dibayangkan, menyeramkan). Ketika hasil foto dilihat,
fotonya jadi nampak menyeramkan karena seperti ada penampakan. hahaha.
Kalau konyol
(menurutku adalah kebodohan).... aku tidak cepat lulus kuliah (padahal aku
masuk melalui jalur prestasi dan awalnya lancar). Memang ada berbagai sebab,
termasuk hal-hal KDRT yang aku alami lagi dan situasi keluargaku yang kacau
akhir-akhir ini, tapi yang menurutku konyol adalah aku sudah lama tidak menemui
dosen pembimbingku.... this is my confession.... Kini aku berusaha (lagi) untuk bangkit dan
lulus.
...Ketika kau
terjauh rasanya sungguh sakit, namun sekarang saatnya untuk bangkit...